Muhammad Zaini Abdul Ghani
Kyai Haji Muhammad Zaini Abdul Ghani atau Syaikhuna al-Alim al-Allamah Muhammad Zaini bin al-Arif billah Abdul Ghani bin Abdul Manaf bin Muhammad Seman bin Muhammad Sa’ad bin Abdullah bin al-Mufti Muhammad Khalid bin al-Alim al-Allamah al-Khalifah Hasanuddin bin Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari yang bergelar Al Alimul Allamah Al Arif Billaah Albahrul Ulum Al Waliy Qutb As Syeekh Al Mukarram Maulana (biasa dipanggil Abah Guru Sekumpul atau Tuan Guru Ijai) (lahir di Dalam Pagar, 11 Februari 1942 – meninggal di Martapura, 10 Agustus 2005 pada umur 63 tahun) adalah Ulama Banjar yang sangat kharismatik dan populer di Kalimantan, khususnya Martapuradan Banjarmasin.
Ia dilahirkan pada malam Rabu 27 Muharram 1361 Hijriyah atau bertepatan pada tanggal 11 Februari 1942 di desa Dalam Pagar (sekarang masuk ke dalam kcamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar) dari pasangan suami-istri Abdul Ghani bin H. Abdul Manaf dengan Hj. Masliah binti H Mulya. Muhammad Zaini Abdul Ghani merupakan anak pertama, sedangkan adiknya bernama H Rahmah. Ketika masih kanak-kanak, ia dipanggil Qusyairi.Guru Sekumpul merupakan keturunan ke-8 dari ulama besar Banjar, Maulana Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah Al Banjari.
Syekh Muhammad Zaini Abdul Ghani sejak kecil selalu berada di samping ayah dan neneknya yang bernama Salbiyah. Kedua orang ini yang memelihara Qusyairi kecil. Sejak kecil keduanya menanamkan kedisiplinan dalam pendidikan. Keduanya juga menanamkan pendidikan tauhid dan akhlak serta belajar membaca Alquran. Karena itulah, guru pertama dari Alimul Allamah Asy Syekh Muhammad Zaini Ghani adalah ayah dan neneknya sendiri.
Semenjak kecil ia sudah digembleng orang tua untuk mengabdi kepada ilmu pengetahuan dan ditanamkan perasaan cinta kasih dan hormat kepada para ulama. Guru Ijai sewaktu kecil sering menunggu al-Alim al-Fadhil Syaikh Zainal Ilmi yang ingin ke Banjarmasin hanya semata-mata untuk bersalaman dan mencium tangannya.
Pada tahun 1949 saat berusia 7 tahun, ia mengikuti pendidikan “formal” masuk ke Madrasah Ibtidaiyah Darussalam, Martapura. Kemudian tahun 1955pada usia 13 tahun, ia melanjutkan pendidikan ke Madrasah Tsanawiyah Darussalam, Martapura. Pada masa ini ia sudah belajar dengan Guru-guru besar yang spesialis dalam bidang keilmuan seperti :
- al-Alim al-Fadhil Sya’rani Arif
- al-Alim al-Fadhil Husain Qadri
- al-Alim al-Fadhil Salim Ma’ruf
- al-Alim al-Allamah Syaikh Seman Mulya
- al-Alim Syaikh Salman Jalil
- al-Alim al-Fadhil Sya’rani Arif
- al-Alim al-Fadhil al-Hafizh Syaikh Nashrun Thahir
- KH. Aini Kandangan.
Tiga yang terakhir merupakan gurunya yang secara khusus untuk pendalaman Ilmu Tajwid.
Syaikh Seman Mulya adalah pamannya yang secara intensif mendidiknya baik ketika berada di sekolah maupun di luar sekolah. Dan ketika mendidik Guru Sekumpul, Guru Seman hampir tidak pernah mengajarkan langsung bidang-bidang keilmuan itu kepadanya kecuali di sekolahan. Tetapi, Guru Seman langsung mengajak dan mengantarkan dia mendatangi tokoh-tokoh yang terkenal dengan sepesialisasinya masing-masing baik di daerah Kal-Sel (Kalimantan) maupun di Jawa untuk belajar. Seperti misalnya ketika ingin mendalami Hadits dan Tafsir, guru Seman mengajak (mengantarkan) Guru Sekumpul kepada al-Alim al-Allamah Syaikh Anang Sya’rani yang terkenal sebagai muhaddits dan ahli tafsir. Menurut Guru Ijai sendiri, di kemudian hari ternyata Guru Tuha Seman Mulya adalah pakar di semua bidang keilmuan Islam itu. Tapi karena kerendahan hati dan tawadhu tidak menampakkannya ke depan khalayak.
Sedangkan al-Alim al-Allamah Salman Jalil adalah pakar ilmu falak dan ilmu faraidh. (Pada masa itu, hanya ada dua orang pakar ilmu falak yang diakui ketinggian dan kedalamannya yaitu beliau dan almarhum K.H. Hanafiah Gobet). Selain itu, Salman Jalil juga adalah Qhadi Qudhat Kalimantan dan salah seorang tokoh pendiriIAIN Antasari Banjarmasin. Salman Jalil ini pada masa tuanya kembali berguru kepada Guru Sekumpul sendiri. Peristiwa ini yang ia contohkan kepada generasi sekarang agar jangan sombong, dan lihatlah betapa seorang guru yang alim besar tidak pernah sombong di hadapan kebesaran ilmu pengetahuan, meski yang sekarang sedang menyampaikannya adalah muridnya sendiri.
Selain itu, di antara guru-guru Guru Ijai lagi selanjutnya :
Kedua tokoh ini biasa disebut Guru Khusus beliau, atau meminjam perkataan beliau sendiri adalah Guru Suluk (Tarbiyah al-Shufiyah).
Dari beberapa gurunya lagi adalah :
- Kyai Falak (Bogor)
- Syaikh Yasin bin Isa Padang (Makkah)
- Syaikh Hasan Masyath
- Syaikh Ismail al-Yamani
- Syaikh Abdul Kadir al-Bar
Gemblengan ayah dan bimbingan intensif pamannya semenjak kecil betul-betul tertanam. Semenjak kecil ia sudah menunjukkan sifat mulia; penyabar, ridha, pemurah, dan kasih sayang terhadap siapa saja. Kasih sayang yang ditanamkan dan juga ditunjukkan oleh ayahnya sendiri. Seperti misalnya, suatu ketika hujan turun deras, sedangkan rumah Guru Sekumpul sekeluarga sudah sangat tua dan reot. Sehingga air hujan merembes masuk dari atap-atap rumah.Pada waktu itu, ayahnya menelungkupinya untuk melindungi tubuhnya dari hujan dan rela membiarkan dirinya sendiri tersiram hujan.
Abdul Ghani bin Abdul Manaf, ayah dari Guru Sekumpul juga adalah seorang pemuda yang saleh dan sabar dalam menghadapi segala situasi dan sangat kuat dengan menyembunyikan derita dan cobaan. Tidak pernah mengeluh kepada siapapun. Cerita duka dan kesusahan sekaligus juga merupakan intisari kesabaran, dorongan untuk terus berusaha yang halal, menjaga hak orang lain, jangan mubazir, bahkan sistem memenej usaha dagang dia sampaikan kepada generasi sekarang lewat cerita-cerita itu.
Beberapa cerita yang diriwayatkan adalah sewaktu kecil mereka sekeluarga yang terdiri dari empat orang hanya makan satu nasi bungkus dengan lauk satu biji telur, dibagi empat. Tak pernah satu kalipun di antara mereka yang mengeluh. Pada masa-masa itu juga, ayahnya membuka kedai minuman. Setiap kali ada sisa teh, ayahnya selalu meminta izin kepada pembeli untuk diberikan kepada Qusyairi. Sehingga kemudian sisa-sisa minuman itu dikumpulkan dan diberikan untuk keluarga.
Adapun sistem mengatur usaha dagang, ayah Guru Sekumpul menyampaikan bahwa setiap keuntungan dagang itu mereka bagi menjadi tiga. Sepertiga untuk menghidupi kebutuhan keluarga, sepertiga untuk menambah modal usaha, dan sepertiga untuk disumbangkan. Salah seorang ustadz setempat pernah mengomentari hal ini, “bagaimana tidak berkah hidupnya kalau seperti itu.” Pernah sewaktu kecil Qusyairi bermain-main dengan membuat sendiri mainan dari gadang pisang. Kemudian sang ayah keluar rumah dan melihatnya. Dengan ramah sang ayah menegurnya, “Nak, sayangnya mainanmu itu. Padahal bisa dibuat sayur.” Qusyairi langsung berhenti dan menyerahkannya kepada sang ayah.
Beberapa Catatan lain berupa beberapa kelebihan dan keanehan Qusyairi adalah dia sudah hafal Al-Qur'an semenjak berusia 7 tahun. Kemudian hapal tafsir Jalalain pada usia 9 tahun. Semenjak kecil, pergaulannya betul-betul dijaga. Kemana pun bepergian selalu ditemani. Pernah suatu ketika Qusyairi ingin bermain-main ke pasar seperti layaknya anak sebayanya semasa kecil. Saat memasuki gerbang pasar, tiba-tiba muncul pamannya, Syaikh Seman Mulya di hadapannya dan memerintahkan untuk pulang. Orang-orang tidak ada yang melihat Syekh, begitu juga sepupu yang menjadi ”bodyguard”-nya. Dia pun langsung pulang ke rumah.
Dalam usia kurang lebih 10 tahun, sudah mendapat khususiat dan anugerah dari Tuhan berupa Kasyaf Hissi yaitu melihat dan mendengar apa yang ada di dalam atau yang terdinding. Dalam usia itu pula Qusyairi didatangi oleh seseorang bekas pemberontak yang sangat ditakuti masyarakat akan kejahatan dan kekejamannya. Kedatangan orang tersebut tentunya sangat mengejutkan keluarga di rumah beliau. Namun apa yang terjadi, laki-laki tersebut ternyata ketika melihat Qusyairi langsung sungkem dan minta ampun serta memohon minta dikontrol atau diperiksakan ilmunya yang selama itu ia amalkan, jika salah atau sesat minta dibetulkan dan dia pun minta agar supaya ditobatkan.
Pada usia 9 tahun pas malam jumat Qusyairi bermimpi melihat sebuah kapal besar turun dari langit. Di depan pintu kapal berdiri seorang penjaga dengan jubah putih dan di gaun pintu masuk kapal tertulis “Sapinah al-Auliya”. Qusyairi ingin masuk, tapi dihalau oleh penjaga hingga tersungkur. Dia pun terbangun. Pada malam jum’at berikutnya, ia kembali bermimpi hal serupa. Dan pada malam jumat ketiga, ia kembali bermimpi serupa. Tapi kali ini ia dipersilahkan masuk dan disambut oleh salah seorang syekh. Ketika sudah masuk ia melihat masih banyak kursi yang kosong.
Ketika Qusyairi merantau ke tanah Jawa untuk mencari ilmu, tak disangka tak dikira orang yang pertama kali menyambutnya dan menjadi guru adalah orang yang menyambutnya dalam mimpi tersebut.
Salah satu pesan Guru Sekumpul adalah tentang karamah, yakni agar kita jangan sampai tertipu dengan segala keanehan dan keunikan. Karena bagaimanapun juga karamah adalah anugrah, murni pemberian, bukan suatu keahlian atau skill. Karena itu jangan pernah berpikir atau berniat untuk mendapatkan karamah dengan melakukan ibadah atau wiridan-wiridan. Dan karamah yang paling mulia dan tinggi nilainya adalah istiqamah di jalan Allah itu sendiri. Kalau ada orang mengaku sendiri punya karamah tapi salatnya tidak karuan, maka itu bukan karamah, tapi bakarmi(orang yang keluar sesuatu dari duburnya).
Guru Sekumpul juga sempat memberikan beberapa pesan kepada seluruh masyarakat Islam, yakni:
- Menghormati ulama dan orang tua
- Baik sangka terhadap muslimin
- Murah harta
- Manis muka
- Jangan menyakiti orang lain
- Mengampunkan kesalahan orang lain
- Jangan bermusuh-musuhan
- Jangan tamak atau serakah
- Berpegang kepada Allah, pada kabul segala hajat
- Yakin keselamatan itu pada kebenaran.
Karya tulisnya adalah sebagai berikut :
- Risalah Mubaraqah.
- Manaqib Asy-Syekh As-Sayyid Muhammad bin Abdul Karim Al-Qadiri Al-Hasani As-Samman Al-Madani.
- Ar-Risalatun Nuraniyah fi Syarhit Tawassulatis Sammaniyah.
- Nubdzatun fi Manaqibil Imamil Masyhur bil Ustadzil a’zham Muhammad bin Ali Ba’alawy.
KH Muhammad Zaini Abdul Ghani sempat dirawat di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura, selama 10 hari. Selasa malam, 9 Agustus 2005, sekitar pukul 20.30, Guru Sekumpul tiba di Bandar Udara Syamsuddin Noor, Banjarbaru, dengan menggunakan pesawat carter F-28.
Pada hari Rabu, tanggal 10 Agustus 2005 pukul 05.10 pagi, Guru Sekumpul menghembuskan napas terakhir dan berpulang ke rahmatullah pada usia 63 tahun di kediamannya sekaligus komplek pengajian, Sekumpul Martapura. Guru Sekumpul meninggal karena komplikasi akibat gagal ginjal.[2]
Begitu mendengar kabar meninggalnya Guru Sekumpul lewat pengeras suara di masjid-masjid selepas salat subuh, masyarakat dari berbagai daerah diKalimantan Selatan berdatangan ke Sekumpul Martapura untuk memberikan penghormatan terakhir pada almarhum.
Pasar Martapura yang biasanya sangat ramai pada pagi hari, Rabu pagi itu sepi karena hampir semua kios dan toko-toko tutup. Suasana yang sama juga terlihat di beberapa kantor dinas, termasuk Kantor Bupati Banjar. Sebagian besar karyawan datang ke Sekumpul untuk memberikan penghormatan terakhir.
Sebelum dimakamkan di kompleks pemakaman keluarga di dekat Mushalla Ar Raudhah, Rabu sore sekitar pukul 16.00, warga masyarakat yang datang diberikan kesempatan untuk melakukan salat jenazah secara bergantian. Kegiatan ibadah ini berpusat di Mushalla Ar Raudhah, Sekumpul, yang selama ini dijadikan tempat pengajian oleh Guru Sekumpul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar